Dahulu kondisinya sungguh
memprihatinkan, beberapa bagian atap banyak lubang menganga sehingga hujan
dapat leluasa masuk menembus gubuk reyot beratap kusam. Tiang penyangga
kondisinya juga tidak lebih baik. Beberapa sisi sudah habis dimakan rayap.
Lantai kayu berderak saat kaki menapak.
Bagian belakangnya jangan
ditanya, bahkan dapurnya saja dapat dimasuki anak kambing lewat bilik dapur
yang menganga. Bagian yang difungsikan sebagai kamar mandipun sebetulnya tak
layak buat disebut kamar mandi. Untuk buang air besar saja mesti rela
berjongkok di selokan belakang rumah.
Tapi itu dahulu, beberapa tahun
yang lalu. Saat bangunan yang tak layak huni itu tak tersentuh program desa
yang namanya Rutilahu. Secarik proposal yang ditujukan ke Pabrik beton dengan
conveyor yang hanya berjarak puluhan tombak dari gubug itu tak tergugah buat menurunkan satu sak semen pun buat menyangga
bangunan yang nyaris roboh itu. lokasi yang masuk program desa binaan
perusahaan multinasional itu tak sanggup buat memberi selembar bilikpun buat
melindungi kakek renta beserta 15 anak asuhnya dari tempias hujan yang menimpa
gubuknya.
Ironisnya bantuan justru datang
dari luar, Abah Muna yang dahulu pernah menorehkan jasa di wilayah ini tak
membuat orang-orang di Kawasan industri ini bergeming buat membantunya. Namun
itu semua tak lebih penting dibanding Saung bitung yang dulu diinginkannya kini
dapat menjelma berkat uluran para dermawan. Nyala lampu dimalam hari sudah
benderang menerangi bangunan baru bercat hijau muda itu. Tak ada lagi cerita
nyantol listrik ke tetangga karena ada aghniya yang menanggung pulsa listrik
bulananya.
Senyum Abah Muna bersama 15 yatim
asuhannya semakin melebar selebar tikar yang terhampar di majlis barunya.
Mengiringi lantunan puji dan do’a buat para dermawan yang Tuhan kirimkan
buatnya. Saung Bitung ditengah sawah,
dihandapna aya kulah, tong bingung tong susah, keur merjuangkeun agama Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar