Penampilannya sederhana, sesekali
senyum mengembang dari mulutnya. Selintas ia seperti pedagang keliling lainnya.
Menyusuri gang menjajakan kudapan ringan yang ditenteng rinjing kecil ditangannya.
kesehariannya pun sederhana, namun yang dilakukan tak dapat disebut sederhana. Tak
ada yang menyangka dibalik profesi pedagang asongan yang disandangnya ia sudah
banyak menerbitkan tulisan di majalah dan surat kabar, dan uniknya tulisannya
kebanyakan berbahasa sunda.
Mang ence, biasa disapa akrab
lelaki berperawakan kecil ini. Sudah ratusan tulisannya dimuat di mangle,
majalah mingguan berbahasa sunda. Lahir di cianjur selatan namun sudah tahunan
menjadi warga leuwinutug, sehari-hari biasa menjajakan kue basah menyusuri
jalanan dan gang di citeureup. ditemui saat berkeliling jualan ia menyampaikan
keinginannya untuk menerbitkan seratusan antologi puisi yang ia buat, semuanya
berbahasa sunda, luar biasa kan…
Ia mengaku prihatin melihat
bahasa sunda lambat-laun mulai ditinggalkan, padahal itu warisan leluhur kita. Secara
faktuil, perkembangan yang terjadi di masyarakat memang sangat mendukung
kemungkinan tersebut. Tengoklah di kota-kota besar seperti Bandung dan Bogor,
dua kota yang memiliki nilai strategis bagi orang Sunda. Bandung adalah ibukota
Jawa Barat, satu-satunya propinsi yang identik dengan etnis Sunda di dunia ini.
Maka kota Bandung seharusnya menjadi show room dan tolok ukur perkembangan
budaya Sunda, termasuk bahasa Sunda.
Demikian juga Bogor, kota yang
memiliki nilai historis penting bagi Orang Sunda, karena di sanalah konon letak
Kerajaan Sunda dulu. Di kedua kota itu, kini, jumlah pengguna bahasa Sunda
semakin lama semakin menyusut. Lihatlah di sekolah-sekolahnya. Di mall, di
bioskop, di terminal, di bis, di kompleks-kompleks perumahan, di kantor. Anak-anak
kecilnya, gadis-gadis cantiknya. Umumnya sudah jarang terdengar ada yang
menggunakan bahasa Sunda, meskipun pastilah mayoritas mereka adalah etnis
sunda.
Bila di kedua kota strategis itu saja, bahasa Sunda sudah mulai
ditinggalkan para penggunanya, maka kita dapat memperkirakan dengan
jelas bahwa masa depan bahasa yang sudah berumur lima abad itu memang
sungguh suram. Juga di Tangerang, Bekasi, Depok, tempat-tempat dimana
tentunya dulu mayoritas penduduknya adalah pengguna bahasa Sunda. Kini
hampir tak terdengar lagi dangiang Sunda di sana.
Gejala ini terus menjalar, seganas penyakit menular, ke kota-kota lain di sekitarnya. Barangkali puluhan tahun yang akan datang, bahasa Sunda bisa jadi hanya dikenal sebagai "bahasa gunung", yang hanya dipergunakan oleh sekelompok komunitas aneh yang tingal di bukit-bukit terpencil, sebelum akhirnya mati tergerus zaman. Sayangnya, belum ada penelitian yang serius tentang ini, ungkapnya.
Gejala ini terus menjalar, seganas penyakit menular, ke kota-kota lain di sekitarnya. Barangkali puluhan tahun yang akan datang, bahasa Sunda bisa jadi hanya dikenal sebagai "bahasa gunung", yang hanya dipergunakan oleh sekelompok komunitas aneh yang tingal di bukit-bukit terpencil, sebelum akhirnya mati tergerus zaman. Sayangnya, belum ada penelitian yang serius tentang ini, ungkapnya.
Di cianjur ia biasa bergabung
dengan komunitas budaya yang ada di kota tauco terebut, namun di bogor ia belum
mengetahui keberadaan komunitas budaya terutama yang mengusung nilai-nilai
kasundaan. Menulis buatnya sebuah kepuasan batin apalagi bahasa sunda. Bahasa ibu
yang harusnya dijunjung dan dijaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar